Aku
menuju ke meja makan di kantin universitas setelah aku membayar bon untukku dan
sahabat-sahabatku. Ada seorang sahabat yang telah duduk di dekatku, maka akupun
mendekatinya. Kemudian kamipun mengobrol dan bercanda ria.
Salah
seorang teman mendahului berkata,”Kamu melihat si Turki?”
Kujawab,”
Ya, akan tetapi sekarang ia telah banyak berubah”.
Dia
bertanya lagi,”Kamu sudah menanyakan sebabnya?”
Aku
menjawab,”Tidak, demi Allah, aku khawatir sebabnya adalah sebuah luka yang justru
dia ingin melupakannya. Di zaman sekarang ini banyak terjadi seperti itu”.
Sahabatku
itu terdiam dan kami menyelesaikan sarapan. Saat itu waktu sudah mendekati jam
kuliah, maka kamipun beranjak menuju ruang kuliah.
Selang
beberapa hari, aku melihat perubahan yang mencolok terhadap teman Turkiku itu.
Akan tetapi aku tidak berani lancang bertanya kepadanya tentang sebab perubahan
tersebut. Namun pikiran dan jiwaku terus-menerus disibukkan oleh keinginan
untuk mengetahui sebab perubahannya.
Lama
setelah itu aku berkumpul bersama si Turki dan seorang sahabat dalam sebuah
majelis, kami berbicara sekitar materi perkuliahan dan tentang ujian.
Tiba-tiba, sahabatku mendahului bertanya dengan pertanyaan yang sangat
membuatku tidak enak, dia bertanya,”Tidakkah engkau tahu sebab perubahan si
Turki?” Aku menjawab,”Tidak demi Allah, namun aku memohon kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, agar sebabnya adalah sebuah kebaikan”.
Pada
saat itulah si Turki mengangguk-anggukkan kepalanya dan memutuskan untuk
berbicara. Diantara yang ia katakan adalah:
Pada
suatu hari kami pergi ke Makkah untuk umrah, aku masuk bersama dengan
sahabat-sahabatku setelah kaum muslimin selesai menyelesaikan shalat ‘isya’.
Kami melihat salah satu jama’ah shalat dekat dengan pelataran thawaf, maka
kamipun shalat bersama mereka, kemudian berdiri untuk memulai umrah kami.
Di
sana kami dapati manusia menuju ke satu arah tertentu dari tempat thawaf, dan
mereka lebih banyak mendekat ke arah Ka’bah. Kepadatan semakin bertambah hingga
kami yakin bahwa sesuatu telah terjadi sebagai penyebab kepadatan yang menarik
perhatian setiap orang yang ada di area thawaf.
Aku
dan sahabat-sahabatkupun mendekat, dan aku yang lebih dekat dengan kejadian
tersebut daripada mereka. Akupun memecah barisan, dan setiap kali aku mendekat
aku melihat perubahan warna (mimik) pada manusia, hingga aku sampai kepada
sebab kepadatan manusia tersebut. Apakah yang terjadi?
Seorang
laki-laki, yang dari pakaiannya bisa dikenali sebagai orang berkebangsaan
Afghanistan atau Pakistan, sudah tua, lebat dan panjang jenggotnya lagi sangat
putih yang tidak ditemukan warna hitam pada jenggotnya. Seorang laki-laki yang
terlentang di atas tanah, sementara sebagian orang duduk di sisi kepalanya
seraya mengatakan laa ilaaha illallaah, dan mereka mengulang-ulangnya. Dan
disini aku tahu bahwa laki-laki tersebut dalam keadaan sakaratul maut.
Ya
Allah, sebuah kejadian yang menegangkan, dan aku tidak mampu untuk
menjelaskanya. Seorang laki-laki, menit demi menit berlalu, namun semakin berat
dia terlentang di atas tanah/lantai, seakan-akan dia adalah sepotong kayu,
sementara yang berada di sisi kepalanya mengulang-ulang kalimat laa ilaaha
illallaah. Di saat itu, mulailah laki-laki tersebut berbicara, namun
perkataannya tidak kufahami dan oleh orang yang bersamaku. Aku sangka dia tengah
berbicara dengan bahasanya. Manusiapun mengulang-ulang laa ilaaha illallaah,
laa ilaaha illallaah. Sementara dia terus mengulang ucapan yang tidak kami
fahami.
Peristiwa
tersebut semakin menegangkan, wajah-wajah manusia semakin bertambah
perubahannya. Setiap orang yang melihat pemandangan menakutkan ini menjadi
pucat. Bagaimana tidak, seorang laki-laki sedang melawan kematian di hadapanmu,
sementara manusia mengulang-ulang kalimat laa ilaaha illallaah sedang dia
mengulang kalimat dengan bahasanya yang tidak difahami?!
Kemudian
terjadilah sebuah peristiwa yang tidak pernah kulihat sepanjang hidupku, orang
yang ada di sisi kepalanya pun mundur dan berdiri bersama kami. Tahukah anda
apa yang terjadi?!
Kedua
betis laki-laki tersebut bertautan satu sama lain!! Seketika aku mengingat firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala,
”dan
betis (kiri) bertaut dengan betis (kanan lantaran ia sedang menghadapi
sakaratul maut)”. (QS. Al-Qiyamah: 29).
Seakan-akan
baru kali ini ayat tersebut melaluiku!!
Kemudian
dia kembali berbicara, namun kali ini dia berbicara dengan suara yang sangat
jelas, dengan bahasa yang difahami, dikenal oleh setiap orang yang berdiri saat
itu.
Dia
mengucapkan sebuah kalimat yang diucapkan dan dipahami maknanya oleh setiap
muslim di dunia.
Dia
berkata dengan sangat jelas,”laa ilaaha illallaah Muhammadur Rasulullah!!
Kemudian
terhentilah nafasnya, lemahlah tubuhnya, lunglailah kedua betisnya yang
sebelumnya saling bertautan satu sama lain. Setelah itu kami tidak mendengar
nafas maupun desahan. Lelaki itupun terdiam, manusia mulai berbicara, namun
dengan bahasa air mata, isakan, ratapan, yang ini menangis, yang itu
mengucapkan hauqolah(la haula wala quwata illaa billaah), yang di sana
beristirja (‘Inaa lillaah wa innaa ilaihiraaju’uun). Seakan-akan lelaki jenazah
tersebut adalah bapak bagi seluruh yang hadir atau saudara mereka. Betapa
banyak orang berkata, “Betapa bahagianya dia,sungguh andai saja akulah yang
berada di tempatnya”.
Lelaki
itupun dibawa, dan sebagian muhsinin mengurusi administrasinya. Keluarganya
-yang di Makkah- berpendapat agar ia dishalati di Masjidil Haram. Maka kamipun
berusaha mengetahui kapan dia dishalati, pada shalat fardhu yang mana. Keesokan
harinya kami menshalatinya.
Itu
adalah sebuah kejadian yang menghujam erat di dalam lubuk hatiku. Sebuah
kejadian yang tidak mungkin terlupakan oleh berlalunya siang dan malam. Sejak
itulah, dengan taufiq Allah, keadaanku berubah dan aku memohon kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala ketetapan di atas al-haq bagiku dan bagimu hingga kita
bertemu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Selesailah
kisah dari teman Turkiku tersebut. Aku memohon kepada Allah ketetapan bagiku,
baginya dan bagi setiap ahli tauhid.
Namun,
anda sekalian, wahai pembaca yang budiman, bagaimanakah keadaan akhir hayat
anda nanti? Akhir penutupan usia anda jika anda menghadapi sakratul maut?!
Apakah anda akan mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah Muhammadur
Rasuulullaah, atau kah akan di kunci atas anda hingga anda tidak mengetahui
sesuatupun tentang syahadat?!
Wahai
pembaca yang budiman, ketahuilah bahwa siapa yang tumbuh di atas sesuatu maka
dia akan tua di atasnya, dan siapa yang tua di atasnya, maka dia akan mati di
atasnya pula.
Sakaratul
maut itu seperti gantungan yang ada dalam dada. Maka barangsiapa jiwanya
bergantung kepada Allah mengikuti perintah-perintahNya, meninggalkan
larangan-laranganNya, maka dialah orang yang sukses dan mendapatkan laba. Namun
barangsiapa jiwanya bergantung pada dunia, dia lebih mengutamakannya daripada
akhirat, maka dialah orang yang merugi dan menyesal. Maka sungguh celaka dia
pada hari penyesalan. Mari kita sadar dan bertaubat sebelum segalanya terlambat
(AR).
Oleh:
Al-Wa’dul Akid
SUMBER
0 komentar:
Posting Komentar